Jumat, 02 Maret 2012

Cerpen Anak




Selamat Datang Kembali Matahari

  Sudah empat hari yang lalu hujan mengguyur desaku. Warga di desaku sangat sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari diluar rumah. Warga kekurangan bahan pangan. Seperti beras, singkong, dan bahan pangan lainnya.

Para petani tidak bisa bercocok tanam karena hujan yang terus menerus sehingga merendam lahan pertaniannya. Anak-anak terpaksa tidak masuk sekolah karena kondisi cuaca yang kurang baik. Para warga harus makan seadanya.

 Cahaya kilat dan suara petir yang menggelegar, membuatku takut. Aku menutupi diriku dengan selimut tebal. “Kok, badanku tiba-tiba panas, ya?” tanyaku dalam hati. Sreek! Pintu kamarku terbuka. Dibalik pintu terlihat seorang wanita, dibawanya nampan berisi semangkuk bubur ayam dan segelas susu hangat. Ternyata itu ibu. “Ellenia, makan dulu sayang. Nih, ibu bawain bubur ayam dan segelas susu yang masih hangat.” Kata ibu lembut. Namun aku menjawab, “Nanti saja, bu. Ellenia lagi nggak mau makan.” Ibu bertanya kepadaku, “Lho, memangnya kenapa?” Aku terdiam. Ibu memegang keningku dan… “Astagfifullah, badanmu panas sekali, nak!” ibu sangat terkejut. Kemudian ibu menyuruhku beristirahat supaya aku cepat sembuh.

Keesokan harinya, kondisi cuaca semakin memburuk. Angin kencang sering datang, sehingga banyak pohon yang tumbang tertiup angin. Hal itu membuat warga ketakutan. Aku dan keluargaku hanya bisa berdoa agar cuaca buruk saat ini berangsur-angsur membaik. Aku sangat ingin cuaca buruk ini berlalu.

Aku menghampiri jendela dan menengok keluar, tiba-tiba, duarr…! Petir membuatku kaget. Aku takut kondisi cuaca pada saat ini semakin memburuk. Namun, semoga saja itu tidak akan terjadi.

Ketika aku sedang belajar pada malam hari, tiba-tiba mati lampu. “Aduh, gelap sekali. Ayah..! Ibu..!” aku memanggil ayah dan ibu. “Aw…!” karena saking gelapnya, kakiku menendang meja. “Aduh, kakiku sakit sekali!” aku mengaduh kesakitan. Ayah menyalakan lilin, dan membawa lilin itu untuk membantu mencariku, ibu mengikuti dari belakang. Ayah dan ibu mencariku keseluruh ruangan untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja. Akhirnya ayah dan ibu menemukanku di ruang tamu.

Hampir tiga minggu kondisi yang kurang baik ini melanda kami semua, sejumlah desa terkena bencana banjir. Namun, kabar baik pun datang, bahwa akhir-akhir ini kondisi cuaca perlahan membaik.

Pagi hari telah tiba, aku membuka mataku. Perasaan, kok, hari ini cerah sekali, ya? Tanyaku heran. Aku menghampiri jendela, dan… “Wah! Indahnya!” seruku. Saking senangnya aku berlari ke kamar ibu dan ayah. “Ibu.. Ayah..!” aku mengetuk pintu kamar ibu dan ayah. Ayah membuka pintunya dan bertanya, “Ada apa, nak?” ibu dan ayah heran. “Itu disana…” aku menarik tangan ibu dan ayah, dan membawa mereka keluar. Ibu dan ayah terkejut melihat semuanya. Sejumlah warga berlarian keluar. Yang lainnya pun ikut berlarian keluar. “Yeah! Selamat Datang Kembali Matahari…!” teriakku kencang.

Kini para petani bisa bercocok tanam kembali. Warga tidak akan kekurangan bahan pangan lagi. Bunga-bunga bermekaran. Matahari pun tersenyum. Warga pun membalas dengan senyum kegembiraan. “Terima kasih Tuhan!” ucapku sambil tersenyum.

Kini kami semua bahagia.

2 komentar: