Senin, 14 November 2011

Cerpen Anak Misteri Hantu


Misteri Hantu



Malam-malam begini, hujan turun lebat sekali, disertai angin kencang yang membuat Syifa ketakutan. Syifa mempunyai ibu dan ayah, yang bernama Ibu Siti dan bapak Roni. Keduanya amatlah sayang pada anak semata wayangnya itu. Syifa baru berusia 9 tahun.
“Bu, kok, hujan turun lebat sekali, sih?” kata Syifa kepada ibunya. Syifa tampak ketakutan, ia takut mendengar suara petir yang meggelegar. “Memangnya kenapa sayang?” Ibu menghampiri Syifa yang sedang duduk di sofa, dan mengelus kening anaknya itu. Tetapi ibu malah balik bertanya. “Oh, tidak! Kamu demam, nak?!” seru ibu yangtampak kaget saat beliau memegang kening dan tangan Syifa.
Ternyata Syifa demam. Ayah dan Ibu mengantarkan Syifa masuk ke kamar, dan menyuruhnya beristirahat sampai demamnya sembuh. Syifa tidur dengan lelap. Sesaat ibu dan ayah meninggalkan kamar, dan mematikan lampu.
Beberapa menit kemudian, Syifa terbangun dari tidurnya. Ia tak bisa melihat apa-apa.
 Tiba-tiba …
Prakk! Prakk! Prakk!
Terdengar suara sepatu seseorang dari luar kamar. Syifa ketakutan, keringatnya bercucuran, suara tersebut semakin dan semakin dekat, disertai dengan suara petir yang tidak mau ia dengarkan. Syifa hanya bisa bersembunyi dibalik selimut tebal yang sedang ia pakai.
Dan tiba-tiba … ada yang memegang tangannya. Saking takutnya ia berteriak “Aaaaaa ……!” Syifa terbangun dari tidurnya, disampingnya terdapat ibu dan ayah. Oh, ternyata itu hanya mimpi. Ibu dan ayah heran melihatnya. “Syifa sayang, ada apa, nak?” kata ibu dan ayah serempak. “Ng … ng … ng … Tadi malam … Syifa mimpi buruk.” Syifa menjelaskan. Seusai sarapan, Syifa pergi ke halaman rumah. Namun, ia
merasa terganggu. Ia terganggu oleh mimpi tadi malam.
Akhir-akhir ini ia merasa tidak enak, saat berada di rumah.
Kok, aku merasa tidak enak begini, ya, semenjak tadi malam aku bermimpi buruk? Gumamnya dalam hati.
Na … na … na … Syifa mendengar nyanyian seorang wanita didalam kamarnya. Sreeet …! Ia membuka pintu kamarnya. Dan … suara itu pun hilang secara tiba-tiba. Ia bergegas berlari menuju kamar ibu dan ayah. Brukk! Syifa terpeleset saat tengah berlari. Yang ia injak itu bukanlah air, melainkan darah. “Ibuuu ……! Ayahhh ……!” teriak Syifa ketakutan. Ibu dan ayah berlari menuju Syifa yang memanggilnya.
“Ada apa, nak?” kata ibu. “Iya, ada apa, fa.” kata ayah menambahkan. “Astagfirullah!” seru ibu dan ayah, yang melihat  darah dilantai. Kemudian ibu dan ayah membantu Syifa berdiri, dan mencoba untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. “Syifa nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, kejadian ini datang setelah tadi malam Syifa bermimpi buruk. Dan tiba-tiba saja didalam kamar ada suara seseorang yang sedang bernyanyi, suaranya menyeramkan sekali. Saat Syifa berlari menuju kamar ibu dan ayah, Syifa terpeleset, tapi yang membuat Syifa terpeleset itu bukanlah air melainkan darah.” Syifa menjelaskan panjang lebar.
Satu minggu telah berlalu. Namun, ia masih terganggu. Sampai-sampai membuatnya sering menjerit ketakutan. Ibu dan Ayahnya pun memutuskan untuk pindah rumah mulai besok. Syifa sangat senang mendengarnya, karena ia berfikir kalau ia pindah rumah, ia tak akan terganggu lagi. Plakk! Plakk! Syifa mendengar suara sepatu seseorang yang berjalan dengan perlahan-lahan. Ia bersembunyi, ia berniat ingin mengetahui suara apakah yang tadi ia dengar. Oh, tidak. Dilihatnya, ada seseorang menyelinap masuk ke dapur. Syifa terus mengikuti orang tersebut dengan tersembunyi. Ups! Orang tersebut memasukan makanan yang akan ibu hidangkan kedalam kantong plastik, dan menggantinya dengan tulang bekas dan daging busuk. Pantas selama seminggu ini makanan yang akan ibu hidangkan selalu berubah menjadi makanan busuk. Dan … apa langkah selanjutnya yang akan dia lakukan? Masuk ke kamarnya. Ya, itu yang akan orang itu lakukan. Ia mengenakan baju putih daster, dan memakai rambut palsu panjang. Oh, ternyata yang selama ini mengganggunya ialah orang tersebut. Dan, darah tersebut hanyalah pewarna makanan saja. Syifa mendengus kesal, mukanya memerah padam, karena selama ini hantu itu tidak ada. Syifa berjalan menuju kamar ibu dan ayah, secara perlahan-lahan. Kemudian ia membuka pintu kamar dengan perlahan dan menutupnya. “Eh, Syifa, kok, kamu jalannya begitu, sih?” Tanya ayah. “Ssstt!” Syifa memberikan isyarat untuk tidak berbicara terlalu kencang. “Ibu, ayah! Sini dulu, deh!”
Ibu dan ayah mendekati Syifa. “Tadi, ada seseorang yang selama ini menyamar menjadi hantu itu,” kata Syifa berbisik. “Apa!” ibu dan ayah kaget mendengarnya. Kemudian suasana menjadi hening. “Aha! Kita harus buat rencana!” usul ibu. Lalu mereka berkumpul, untuk menemukan ide. Okay, sekarang mereka mendapat sebuah ide yang mereka yakini akan berhasil. Mereka mempersiapkan benda-benda yang akan digunakan. Jaring, tali tambang, dan … selesai.
Mereka bersembunyi dekat orang yang menyamar menjadi hantu itu. Syifa dan ibu memegang tali, sementara ayah memegang jaring. Syifa memberi aba-aba “Satu! Dua! Tiga!” Syifa dan ibu menarik tali yang mereka pegang masing-masing. Setelah orang tersebut terjatuh, ayah menurunkan jaring yang cukup kuat. Kemudian mereka menagkap orang tersebut. Dilihatnya, ternyata orang tersebut ialah tetangganya sendiri bapak Johan. Ia memang iri terhadap keluarga Syifa, karena keluarga Syifa lebih kaya dibandingkan keluarga bapak Johan. Bapak Johan ingin mencuri semua kekayaan keluarga Syifa secara perlahan dengan menyamar menjadi hantu itu. Akhirnya bapak Roni, ayah Syifa, melaporkan semua kejadian ini kepada pak Polisi. Namun, keluarga Syifa tetap memaafkan perbuatan bapak Johan. Jadi … Syifa tak usah pindah rumah, dan tidak takut lagi. Karena hantunya ternyata tetangganya sendiri. Keluarga Syifa bersedia membantu keluarga pak Johan yang memang kurang mampu. Dan mereka hidup rukun dan saling menyayangi.                                             

*Selesai*

1 komentar: